Peredaran dan Penyalahgunaan Narkoba
MANGKUNEGARA.COM - Tulisan ini merupakan tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum (PIH). Dibuat mandiri oleh mahasiswa dan ditayangkan pada portal mangkunegara.com.
- [message]
- ##check##Ditulis Oleh : Mohammad Fahrur Rozak
- Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sunan Bonang Tuban Kelas Reguler B
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan
berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan
khususnya olehKementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang
merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif.
Semua istilah ini, baik "narkoba" ataupun
"napza", mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya memiliki risiko
kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan, narkoba sebenarnya adalah
senyawa-senyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak
dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu Namun kini persepsi itu
disalahartikan akibat pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya.
Pada saat ini 2015 terdapat 35 jenis narkoba yang dikonsumsi
pengguna narkoba di Indonesia dari yang paling murah hingga yang
mahal seperti LSD. Di dunia terdapat 354 jenis narkoba Pemasok Narkoba di
Indonesia diketahui berasal dari Afrika Barat, Iran, Eropa, dan yang paling
aktif adalah pemasok dari Indo China.
Narkotika adalah sejenis zat yang dapat menimbulkan
pengaruh-pengaruhtertentu bagi orang-orang yang menggunakanya, yaitu dengan
cara memasukan ke dalam tubuh. Istilah narkotika yang dipergunakan disini
bukanlah narcotics pada farmacologie (farmasi), melainkan sama artinya dengan
drug yaitu sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa efek dan
pengaruh-pengaruhtertentu pada tubuh si pemakai.
Pengaruh tersebut dapat berupa:
- Mempengaruhi kesadaran.
- Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia.
- Penenang
- Perangsang (bukan rangsangan sex)
- Menimbulkan halusinasi (pemakainya tidak dapat membedakan antara khayalan dan kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat).
[post_ads]
[next]
Dan termasuk juga narkotika sintetis yang menghasilkan zat-zat,
obat-obat yang tergolong dalam Hallucinogen dan Stimullant. Kebijakan
pemerintah di bidang pelayanan kesehatan berusaha untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materil dan spiritual
berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Untuk meningkatkan derajat kesehatan maka diperlukan peningkatan di
bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan dengan upaya mengusahakan
ketersediaan narkotika jenis tertentu serta melakukan upaya pencegahan dan
pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika.
Lambat laun penyalahgunaan narkotika menjadi masalah yang
serius, maka dari itu pada zaman Orde Baru pemerintah mengeluarkan regulasi
berupa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.Karena permasalahan
penyalahgunaan narkotika sudah menjadi masalah yang luar biasa, maka diperlukan
upaya-upaya yang luar biasa pula, tidak cukup penanganan permasalahan Narkotika
ini hanya diperankan oleh para penegak hukum saja, tapi juga harus didukung
peran serta dari seluruh elemen masyarakat.
Kenyataan itulah yang menjadi latar belakang berdirinya
Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN pun gencar melakukan upaya-upaya preventif
dan represif untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari narkoba tahun 2015 yang
merupakan target dari seluruh negara ASEAN.
Upaya-upaya itu meliputi penyelamatan para pengguna narkoba
dengan cara rehabilitasi, dan memberantas para bandar, sindikat, dan memutus
peredaran gelap narkotika. Tetapi itu tidak cukup, karena diperlukan pula upaya
preventif berupa pencegahan agar tidak muncul pengguna/pecandu narkotika yang
baru, mengingat kata pepatah yang mengatakan, “lebih baik mencegah daripada
mengobati”. Pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika saat ini tidak
hanya ada pada kalangan yang cukup umur saja, bahkan pada kalangan yang
belum cukup umur. Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan penyalahgunaan
narkotika sejak dini.
Keseriusan pemerintah dalam menanggulangi permasalahan
penyalahgunaan narkotika tersebut sangat diperlukan. Terutama penyamaan
kedudukan permasalahan narkotika dengan permasalahan korupsi dan terorisme.
Ketiga permasalahan tersebut sama-sama mempunyai dampak yang sistemik,
mengancam ketahanan nasional, serta merusak kesehatan masyarakat terutama
generasi muda.
Permasalahan
Dapat dilihat permasalahan yang timbul adalah dari segi
penanganan para penyalahguna narkotika. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 Tentang Narkotika,
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan
ke dalam golongan.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa narkotika
adalah zat atau obat yang sangat penting untuk keperluan pengobatan, tetapi
justru akan menimbulkan masalah yang besar apabila di salah gunakan. Pasal 7 UU
No. 35 Tahun 2009 menyatakan bahwa Narkotika hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Di samping itu, Pasal 1 angka 15 UU No. 35 Tahun 2009,
menyatakan bahwa penyalah guna adalah orang yang menggunakan narkotika
secara tanpa hak dan melawan hukum. Orang yang menggunakan narkotika
secara tanpa hak dan melawan hukum di sini dapat diklasifikasikan sebagai
pecandu dan pengedar yang menggunakan dan melakukan peredaran gelap narkotika.
Undang-undang pun sudah memberikan penjelasan yang sangat
jelas. Undang-undang No. 35 Tahun 2009 itu pada dasarnya mempunyai 2 (dua)
sisi, yaitu sisi humanis kepada para pecandu narkotika, dan sisi yang keras dan
tegas kepada bandar, sindikat, dan pengedar narkotika. Sisi humanis itu dapat
dilihat sebagaimana termaktub pada Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2009 yang
menyatakan, Pecandu Narkotika dan korban penyalagunaan narkotika wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Kewenangan penetapan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan
Narkotika merupakan kewenangan
dari hakim dan penyidik baik itu penyidik BNN maupun penyidik kepolisian.
Perbedaan rehabilitasi yang ditetapkan oleh hakim dan penyidik adalah :
- Rehabilitasi yang ditetapkan oleh hakim bersifat sebagai sanksi yang dijatuhkan oleh hakim melalui suatu putusan setelah menjalani proses peradilan.
- Penetapan rehabilitasi oleh penyidik pada saat proses peradilan berlangsung tidak secara otomatis menghentikan proses peradilan terhadap pelaku penyalahgunaan Narkotika.putusan pengadilan oleh hakim.
[post_ads_2]
Daftar Bacaan
Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama,,
Pengawasan Serta Peran Aktif Orang Tua dan Aparat Dalam Penanggulangan dan
Penyalahgunaan Narkoba, BERSAMA, 2005
Gatot Supramono, Hukum Narkoba Nasional, Djambatan, Jakarta,
2004 DJOKO PRAKOSO
DISCLAIMER:
Konten dari tulisan ini adalah milik mahasiswa yang bersangkutan. Segala sesuatu berkaitan dengan isi tulisan sepenuhnya menjadi otoritas mahasiswa. Penayangan pada website ini juga telah melalui persetujuan dari pihak yang bersangkutan.
KOMENTAR